Kontak Safari Dakwah Manajemen Dai Dwi Jatmiko Com
Mengapa kita harus berdakwah. Semoga menjadi motivasi bagi seluruh kaum muslimin untuk menjadi duta Islam rahmatan lil ‘alamin.
1. Muhimmatur rusul (tugas utama para rasul) ‘alaihimus salam
Allah berfirman
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah (Hai Muhammad): ‘Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’” (QS. Yusuf, 12: 108).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan kepada manusia dan jin bahwa inilah jalan agamaku dan sunnahku, yaitu menyeru kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku menyeru kepada Allah dengan hujjah yang nyata, keyakinan dan bukti akan kebenaran seruan ini. Seruan ini dilakukan pula oleh semua orang yang mengikuti jalanku atas dasar hujjah yang nyata dan bukti yang jelas menurut rasio dan syara’.
Allah berfirman
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا
“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah mendakwahi (menyeru) kaumku malam dan siang” (QS. Nuh, 71: 5).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
Allah Swt. menceritakan perihal hamba dan Rasul-Nya Nuh ‘alaihissalam, bahwa dia mengadu kepada Tuhannya apa yang ia jumpai pada kaumnya dan kesabarannya dalam menghadapi mereka dalam masa yang cukup panjang, yaitu seribu tahun kurang lima puluh tahun; yang selama itu dia menerangkan dan menjelaskan kepada kaumnya serta menyeru mereka ke jalan petunjuk dan jalan yang lurus.
Allah berfirman
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَىٰ بِآيَاتِنَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَقَالَ إِنِّي رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِآيَاتِنَا إِذَا هُمْ مِنْهَا يَضْحَكُونَ
“Dan sesunguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: ‘Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam’. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya” (QS. Az-Zukhruf, 43: 46-47).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
Allah Swt. menceritakan perihal hamba dan rasul-Nya Musa a.s, bahwa Allah Swt. telah mengutusnya kepada Fir’aun dan pembesar-pembesar kaumnya yang terdiri dari para amir, para patih, para panglima prajuritnya, juga semua rakyat yang terdiri dari bangsa Egipt dan bangsa Bani Israil. Musa diperintahkan untuk menyeru mereka menyembah Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan melarang mereka menyembah selain-Nya. Dan Allah Swt. memberinya berbagai mukjizat yang luar biasa, seperti tangannya yang menjadi putih menyilaukan, tongkatnya, dan banjir, juga belalang, kutu, katak, dan darah. Selain itu juga mukjizat yang menjadikan mereka mengalami kekurangan pangan dan buah-buahan serta banyak jiwa yang mati. Sekalipun ada semua mukjizat tersebut, mereka menyombongkan dirinya dan tidak mau mengikutinya serta tidak mau tunduk kepadanya. Bahkan mereka mendustakannya, mengejeknya, dan menertawakan rasul yang mendatangkan mukjizat-mukjizat itu kepada mereka.
Allah berfirman
وَلَمَّا جَاءَ عِيسَىٰ بِالْبَيِّنَاتِ قَالَ قَدْ جِئْتُكُمْ بِالْحِكْمَةِ وَلِأُبَيِّنَ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي تَخْتَلِفُونَ فِيهِ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
“Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: ‘Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmah dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku’. Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus” (QS. Az-Zukhruf, 43: 63-64).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa perkataan Nabi Isa
Maksudnya aku dan kalian adalah hamba-hamba Allah lagi berhajat kepada-Nya, sama-sama diperintahkan untuk menyembah kepada-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.
2. Ahsanul a’mal (amal yang terbaik)
Allah berfirman
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?’” (QS. Fushilat, 41: 33).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
Yaitu dirinya sendiri mengerjakan apa yang dikatakannya dengan penuh konsekuen sehingga bermanfaat bagi dirinya, juga bagi orang lain yang mengikuti jejaknya. Dan dia bukan termasuk orang-orang yang memerintahkan kepada kebajikan, sedangkan mereka sendiri tidak mengerjakannya; bukan pula termasuk orang-orang yang mencegah perkara yang mungkar, sedangkan mereka sendiri mengerjakannya. Bahkan dia menganjurkan kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan, dan menyeru manusia untuk kembali ke jalan Khaliq.
Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup setiap orang yang menyeru manusia kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri mengerjakannya dengan penuh konsekuen, dan orang yang paling utama dalam hal ini adalah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Sirin, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud adalah para juru azan yang saleh.
3. Al-hushulu ‘ala al-ajri al-‘azhim (memperoleh balasan yang besar)
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِعَلِيٍّ: فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
Sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah, sesungguhnya Allah Ta’ala menunjuki seseorang dengan (dakwah)-mu maka itu lebih bagimu dari unta merah” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Bahkan ganjarannya lebih baik daripada mendapatkan unta merah
يَا عَلِيُّ، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ عَلَى يَدَيْكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
“Wahai Ali, sesungguhnya Allah Ta’ala menunjuki seseorang dengan usaha kedua tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya (lebih baik dari dunia dan isinya)” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).